Jumat, 17 Januari 2014

MUSIK GEMBYUNG BUHUN / TERBANGAN



MUSIK GEMBYUNG BUHUN / TERBANGAN



seni Gembyung atau dikenal sebagai seni “Terbangan” yang bernafaskan islami. Pada setiap pementasan para pemain pendukung melantunkan shalawat-shalawat Nabi, Iramanya mirip kelompok paduan suara dengan intonasi yang teratur. Terkadang intonasinya tinggi lalu merendah. Begitulah seterusnya silih berganti. Dan tiba-tiba berhenti mendadak.
Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon, Namun tidak hanya di Cirebon kesenian gembyung juga Dilestarikan dan berkembang di kabupaten Kuningan sejak sekitar abad ke 15. Seni tersebut terdapat hampir di semua kecamatan yang ada di kabupaten Kuningan. Khususnya di kecamatan Cibingbin tepatnya di desa Dukuhbadag yang akan menjadi inti dalam pembahasan ini. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi,dan Rajaban, namun tidak hanya dipentaskan di acara-acara keagamaan, kesenian gembyung ini juga banyak dipentaskan di kalangan masyarakat seperti ngaruat bumi, ngali taneuh, babarit, Khitanan, dan lain-lain.Kehidupan seni gembyung sempat mengalami “Senin-Kemis” dan nyaris punah, kalau saja tidak ada pengkaderan atau generasi penerus yang mau menerima tongkat estafet, untuk menjaga dan memelihara seni gembyung peninggalan nenek moyang kita.
Dalam upaya ke arah itu, sudah sewajibnya pihak Depdiknas dan Disparbud Kabupaten Kuningan menaruh perhatian dan berusaha mengadakan peremejaan pemain, karena selama ini yang tampil pada kesenian gembyung umumnya adalah para manula (manusia lanjut usia).
Kalangan pemuda dan pelajar yang berminat di daerah pedesaan perlu diberi kesempatan mempelajari sekaligus menekuni seni Gembyung di bawah bimbingan para seniornya. Sebagai tindak lanjutnya perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan terarah, dengan sasaran sampai kapan pun Kuningan memilki generasi penerus di bidang seni Gembyung.
 Sementara itu, pihak Disparbud turut membantu mempromosikan baik lewat media elektronik, (Radio dan Televisi), media cetak (Koran, majalah, Buku, dll), ataupun melalui pertunjukkan langsung di beberapa tempat ( contohnya apresiasi seni di SMAN 3 Kuningan dalam rangka Smantika Anniversary).
Selain itu, upaya pelestarian seni Gembyung pernah di rintis oleh para pemuda Kuningan pada tahun 1996 melalui “ Festival seni Gembyung “ yang di gelar di gedung pendopo dalam rangkaian hari jadi Kuningan, di ikuti oleh sekitar 30 grup. Festival seni Gembyung khususnya dan festival seni tradisional lainnya diharapkan bisa ditindak lanjuti dan di lembagakan sehingga menjadi agenda tahunan dalam kalender pariwisata.
  Pada tahun 1930-an group-group seni gembyung di dukuhbadag, berjumlah 4 group. Tapi semakin berkembangnya zaman dan globalisasi, grup seni gembyung yang masih aktif di Dukuhbadag hanya tersisa 2 group saja. Menurut keterangan tokoh seni di Dukuhbadag, saat ini di butuhkan kaderisasi atau pengkaderan terhadap anak anak muda, agar terciptanya regenerasi akan kesenian gembyung tersebut. Selain itu, juga di butuhkan perbaikkan Nuskah atau buku kumpulan shalawat shalawat Nabi, karena buku Nuskah yang sekarang kata-kata nya sudah  kurang jelas atau kurang layak untuk di pakai lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar