Sabtu, 18 Januari 2014

seni musik Kompangan

seni musik Kompangan


Di tiap daerah di Provinsi Jambi banyak sekali kesenian khas daerah. Salah satu kesenianmusik khas Jambi yaitu kesenian hadra (kompangan). Tidak banyak yang tahu soal sejarah perkembangan musik tradisional Hadra alias kompangan di Provinsi Jambi. Apalagi, kini kompangan mulai ditinggalkan, berganti oleh musik modern seperti organ tunggal dan sejenisnyaHadra mulai dikenal masyarakat setempat sebagai musik tradisional yang Islami. Arak-arakan pengantin mulai menggunakan jasa Hadra. Selain itu, digunakan pula untuk hajatan lain seperti cukuran anak, marhabah, dan menyambut tamu-tamu agung.
Di sekolah-sekolah di Jambi pada umumnya tidak banyak yang menjadikan kesenian hadra dalam mata pelajaran muatan lokal. Kalau pun ada itu biasanya terdapat pada sekolah-sekolah yang berbasis Islam seperti Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah ‘Aliyah. Selain di sekolah, kesenian hadra juga dipertunjukkan oleh remaja-remaja Masjid. Pada saat sekarang, pemuda-pemuda di Jambi kurang berminat dengan musik daerah Jambi seperti hadra. Penyebabnya, generasi muda yang telah terpengaruh oleh budaya luar tak lagi tertarik mempelajari kesenian musik hadra (kompangan).
Saya teringat ketika menari pada suatu acara di kampus. Pada waktu itu saya sempat terpikir, mengapa kita menari memakai iringan musik dari kaset VCD bukan iringan musik asli. Padahal di kampus, kebanyakan mahasiswa yang notabene-nya kawula muda sangat menyukai musik. Namun, sangat sedikit generasi muda terutama kalangan mahasiswa yang menyukai seni musik daerah Jambi bahkan membawakan musik daerah dengan alat musik khas Jambi. Di kampus, bahkan di luar kampus sering diadakan ajang lomba menyanyi lagu daerah, namun masih jarang pula ajang untuk membawakan musik daerah dengan alat musik kesenian daerah Jambi. Padahal, alat musik yang berasal dari Negeri Jambi ini sangat banyak seperti kolintang kayu, rebana kecil, dan masih banyak yang lain.
Sangat disayangkan jika generasi pemuda Jambi tidak menyukai bahkan tidak tahu akan kesenian musik dari daerah sendiri. Kalaupun kesenian hadra (kompangan) dipertunjukkan, yang memainkannya bukan dari kalangan pemuda. Hadra pada saat sekarang dipertunjukkan jika ada acara yang bernuansa Islami. Padahal, jika dikembangkan dan dilestarikan hadra dapat menjadi musik yang dapat dibanggakan di Negeri Jambi. Terlebih jika generasi muda Jambi yang berperan aktif dalam melestarikan kesenian daerah ini.
Alangkah bagusnya jika generasi muda Jambi seperti kalangan mahasiswa melestarikan kesenian musik daerah seperti hadra (kompangan) serta dapat memainkan alat musik daerah Jambi. Terlebih jika ada acara kampus yang mengangkat tema khas daerah Jambi. Untuk itu perlunya diperkenalkan lagi alat musik, serta seni musik, dan seni tari dari daerah Jambi. Jika kesemuanya digabungkan akan sangat elok untuk dipertunjukkan.
Selain dari generasi muda Jambi, masih banyak pihak yang dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan dan meletarikan kesenian Hadra (kompangan) ini. Di sini dibutuhkan dukungan dari pemerintah daerah untuk memberikan apresiasi terhadap kesenian daerah yang sudah mulai dilupakan ini. Sudah selayaknya pemerintah memperhatikan dan mempertahankan kesenian budaya daerah Jambi. Jika tidak, generasi muda Jambi nanti tidak akan lagi bisa melihat langsung seni budaya daerah Jambi. Hanya dapat mengenal dan melihatnya melalui buku sejarah saja. Sehingga generasi Jambi mendatang tahu dan mengenali alat musik dan kesenian khas dari daerah Jambi ini dan bangga akan kesenian daerahnya.


Tidak banyak yang tau tentang tradisi ini, keberadaannya-pun mulai ditinggalkan masyarakat karena mulai banyaknya macam pergelaran seni yang lebih praktis dan gampang di mainkan. Kompangan adalah musik tradisional asli Propinsi Jambi yang memadukan seni musik alat pukul/sebentuk rebana dengan tradisi islam dan dipadukan dengan tarian khas berbau melayu. Secara umum jika di lihat sekilas, alat musik kompangan tidak banyak berbeda dari alat music lain seperti rebana, ketipung, dan alat music pukul lainnya. Namun yang berbeda adalah dari bentuk, nada, dan kompangan sangat identik dengan kebudayaan islam yang melekat dan melebur kedalam budaya melayu di Jambi. Kompangan mulai dikenalkan didaerah Kampung Tengah, Seberang Kota Jambi pada tahun 1943. Pada awal berdirinya, masyarakat mengenal Kompangan sebagai Sambilan. Sambilan sendiri merupakan singkatan dari nama-nama pendirinya: Safaidin, Ahmad, Marzuki, Burhanudin, Ibrohim, Jalil, Ahmad Jalil dan Nawawi. Sejak saat itu, Sambilan mulai di pakai masyarakat dalam berbagai macam kegiatan misalnya acara penyambutan mempelai pengantin dalam acara pernikahan.

Alat musik kompangan sendiri terbuat dari kulit sapi yang di keringkan dan di pasangkan ke-ring yang terbuat dari kayu. Bentuknya persis seperti rebana. Alat music kompangan terdiri dari beberapa ukuran, dan ukuran inilah yang nantinya akan menghasilkan suara berbeda sehingga variasi suara yang dihasilkan hanya berasal dari ukuran kompang (biasa masyarakat menyebut dengan “kompang”) itu sendiri. Untuk menambah variasi suara, biasanya pada beberapa kompang diberikan sebentuk simbal kecil yang terbuat dari bahan kuningan. Selain itu, suara kompangan akan semakin sedap didengar karena biasanya kompangan dimainkan secara berkelompok. Dengan tempo yang beragan, ketika memainkan kompang biasanya anggota kelompok menambahkan iringan lantunan ayat-ayat Al Qur’an dan gerakan-gerakan tarian khas orang melayu sehingga ketika anda menyaksikan atraksi ini akan sangat menarik, benar-benar memanjakan mata dan telinga. Untuk kostum, para pemain kompangan biasanya menggunakan pakaian khas melayu yang mirip pakaian raja-raja melayu berupa baju muslim yang ditambahkan dengan lilitan kain songket (biasanya juga digunakan batik Jambi) pada bagian pinggang sampai ke lutut. Untuk pemimpin kelompok kompangan, digunakan lilitan kain songket pada kepalanya berbentuk meruncing ke-atas, ini bentuk khas melayu. Sedangkan anggota kelompok kompangan biasanya menggunakan peci hitam. 

Ukuran Kompang
















Sejak awal dikenalkannya, sampai sekarang kompangan telah menyebar luas di wilayah Propinsi Jambi. Rata-rata hampir setiap dusun memiliki kelompok kompangan. Di Muara Tebo, kita akan mudah menemukan seni-budaya ini ketika digelar resepsi pernikahan. Kompangan biasanya dimainkan pada saat dilakukan iring-iringan menghantarkan mempelai pria dari kediamannya ke kediaman mempelai perempuan. Sepanjang jalan ini akan diiringi dengan tabuhan suara kompangan dan nyanyian-nyanyian bernuansa islam. Kompangan juga biasanya digunakan untuk mengiringi seni pencak-silat yang dilakukan persis didepan kediaman mempelai perempuan sebelum penyerahan mempelai pria ke keluarga mempelai laki-laki dalam bentuk saloko. Saloko sendiri adalah upacara penyerahan mempelai pria ke mempelai perempuan yang disampaikan dalam bentuk sahut-sahutan pantun-pantun melayu yang biasanya dilakukan oleh tetua adat (ninik mamak) kampung. Selama ini kompangan begitu melekat dalam budaya melayu Jambi.

Lantas, bagaimana dengan perkembangan seni-budaya Kompangan itu sendiri sampai sekarang?

Berawal dari grup Sambilan, Kompangan mulai tersebar ke seluruh kabupaten. Di antaranya, Kabupaten Muaro Jambi, Merangin, Tebo, Bungo, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Batanghari. Sekitar tahun 1980-an, seni budaya Kompangan sangat diminati masyarakat Jambi. Tapi, memasuki tahun dua ribuan ke atas, peminat Kompangan mulai menipis. Masyarakat yang sering memakai jasa grup Kompangan kebanyakan dari wilayah Seberang Kota Jambi saja. Sedangkan di wilayah Provinsi Jambi Hadra mulai ditinggalkan. 

cara memainkan kompang
Sekitar tahun 1999, Kompangan kota resmi dibentuk pada saat Festival Hadra digelar oleh Persatuan Pengajian Remaja Al-Hidayah Rt 09 Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Telanaipura. Pada saat itu, Bunyamin Yusuf yang merupakan salah satu guru besar Hadra Provinsi Jambi mempunyai gagasan untuk mempatenkan organisasi Hadra Kota Jambi bersama dengan Kms Halim, Joko Purwoko, Didi, dan beberapa orang lainnya yang peduli terhadap perkembangan Hadra. Mereka akhirnya membuat satu organisasi yang bernama Ikatan Dewan Hadra Anggut (IDHA) Kota Jambi. Setelah berdirinya Ikatan Dewan Hadra Anggut Kota Jambi, barulah pada tahun 2001 dibentuk Ikatan Dewan Hadra Provinsi Jambi yang dirumuskan oleh beberapa orang. Pendirian dilaksanakan di Museum Perjuangan Rakyat Jambi. Meski organisasi terus berkembang, namun peminat musik Hadra sudah terlanjur menipis. Apalagi sejak tahun 2007, perkembangan Kompangan di Jambi sudah mulai berkurang. Penyebabnya, generasi muda yang telah terpengaruh oleh budaya luar tak lagi tertarik mempelajari kompangan.seni musik Kompangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar