Sejarah musik sambrah
| ||
Musik Sambrah adalah sebuah produk budaya dari beragam etnis di Betawi, yang antara lain terdiri dari gabungan budaya Betawi, Arab, Melayu, dan India. Sambrah di Betawi bukan hanya mengacu pada keseniang music saja, namun juga ada sebutan tari sambrah dan tonil sambrah.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari website resmi Lembaga Kebudayaan Betawi, dapat diketahui bahwa Sambrah adalah sebuah inovasi music di zamannya,yakni sekitar periode 1820-1830. Masih berdasarkan info yang termuat dalam website Lembaga Kebudayaan Betawi, melalui keterangan Bapak Ali Sabeni (Pimpinan Samrah Rumpun Melayu) generasi ketiga dari seniman music Samrah. Generasi pertama bernama Bapak Mi’an dan Bapak Miang, menceritakan kepada generasi kedua, yang bernama Bapak Ajehar. Generasi pertama dan kedua ini adalah cikal bakal seniman musik sambrah. Maka, Bapak Ali Sabeni adalah seniman Sambrah setelah Bapak Ajehar. Meringkas dari keterangan Bapak Ali Sabeni dapat diketahui bahwa Sambrah muncul atas ketertarikan seniman asal India, Melayu, dan Arab pada music yang dimainkan oleh orang-orang Betawi. Pada masa itu, ketika Tenabang masih dipadati pedagang-pedagang asing, tiga orang pemuda tertarik mendengarkan suara musik yang dihasilkan dari Gendang Calte, Marakas dan Tamborin, namun ketiga orang pemuda tersebut merasa ada yang kurang dari alat music yang ada. Maka, selepas tiga pemuda pulang ke kampung halaman masing-masing, lalu kembali ke Tenabang, mereka membawa alat music tambahan berupa Gambus dari Arab, biola dari Melayu, dan harmonium dari India. Seiring berjalannya waktu, perpaduan alat-alat music betawi dan alat-alat music dari India, Melayu, dan Arab tersebut menghasilkan sebuah music baru yang dinamakan Sambrah atau kependekan dari “Sambil Bermusyawarah” . Mengenai asal nama Sambrah, sepertinya belum ditemukan keterangan yang pasti, namun kata Sambrah juga diasumsikan berasal dari kata bahasa Arab “samarokh” yang berarti berkumpul atau pesta dan santai. Kata “samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi “samrah” atau “sambrah”.
Dahulu musik Sambrah sangat dibutuhkan. Musik Sambrah satu-satunya sarana hiburan masyarakat Betawi Tenabang khususnya, hampir setiap minggu menurut cerita Bapak Ajehar, selalu diundang untuk pesta perkawinan dan khitanan. Musik Sambrah mengalami perkembangan yang cukup bearti pada 1930, ketika musik sambrah digabungkan dengan kesenian tonil. Kemudian dari tahun 1930 – 1940, banyak bermunculan perkumpulan musik yang didirikan oleh seniman yang berasal dari musik Sambrah. Ada yang mendirikan musik Gambus, dangdut, perkumpulan musik melayu, dan dari perkumpulan Tonil muncul perkumpulan sandiwara. Musik Sambrah sendiri kemudian berubah menjadi Orkes Harmonium. Tahun 1942 Tentara Jepang turun menguasai kota Jakarta. Seniman-seniman musik zaman itu sangat tertekan dan prihatin sekali. Walaupun demikian perkembangan musik jalan terus. Setelah tahun 1944 teradi suatu perubahan, Musik Harmonium tidak lagi disebut Musik Harmonium, tetapi Orkes Melayu, karena alat musiknya yang bernama Harmonium diganti dengan alat Musik Akordeon. Memasuki periode 1960 – 1975, kesenian music melayu, termasuk pula music sambrah mengalami kemunduran. Music Sambrah, menurut keterangan Bapak Ali Sabeni, mulai diperkenalkan kembali pada 1987, dan masih menggunakan harmonium. Kemudian karena mengalami kerusakan, harmonium digantikan dengan akordeon.
Demikian keterangan yang diperoleh dari Bapak Ali Sabeni. Adapun dalam beberapa artikel, music sambrah sering pula dihubungkan dengan seniman sambrah yang telah terkenal yaitu Harun Rasyid. Dalam encyclopedia Jakarta online disebutkan bahwa Harun Rasyid (alm) adalah pendiri Sanggar Betawi dan Sambrah Betawi yang sebenarnya sudah didirikan sejak tahun 1977. Kesenian Sambrah Betawi dibakukan Hartini bersama Soekamo tahun 1986, dalam perkembangannya Sanggar Betawi memiliki sembilan grup seni, yaitu: Sambrah,' Keroncong, Teater, Gambang Kromong, Lenong, Vokal Group, Rebana Ketimpring, Rebana Kasidah, dan Lawak. Sejarah musik sambrah
|
Jumat, 10 Januari 2014
Sejarah musik sambrah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar